Aku dan Tuhanku
Berapa
kali sebut aku pecundang
kau
berlari paling depan saat dia datang ?
Berapa
kali kau hina dengan cacian
mereka
tau kau seperti itu.
Bukan
hati tak tau balas
Tapi
rasa sudah membalas
Detik
lebih tajam dari lisanmu
Berapakah
harga diri bila dosa selalu kau hadirkan
Aku takut..
Mengapa
dosa tak pernah berbicara tentang kebaikan
Sementara
doa tak pernah lupa kau lafalkan
Jiwaku
melayang bersama doa
Senyap…
hanya aku dan Engkau yang tau
(16-08-2011)
Aku
nanti !
Langit muram meneteskan peluhnya
Surya mengintip dibalik ujung barat
Gradasi senja terlukis diatas barisan
hijau
Akhir dari sebuah perjalanan
Aku terbang bersama awan
Bersama burung
Bersama kupu-kupu
Bersamamu.
Aku lihat wajah tua itu
Mencekam !
Itulah aku.
Aku bersembunyi dibalik khayalan.
Aku tak berani.
Tidak.. tidak…
Itu bukan aku
Aku sadar
Aku ingat
Aku pernah
Hidup tak akan mati
Tapi ini semua harus diakhiri
(26/01/2012)
Aku tak akan
mati
Dulu aku belum tau
apa untuk memaknai apa-apa
Kehidupan kuangggap tak lebih dari permainan gokart
Berjalan lurus tanpa tau kutub utara maupun selatan
Aku terjebak dalam dunia penuh provokasi
Baik dan buruk hanyalah soal pilihan
Kalah menang itu bisa diciptakan
Paparan hasil otakku berfikir terpampang jelas di
langit-langit pendidikan
Jengah berfikir betul dan salah
Aku menerawang jauh ke masa depan
Hanya sebatas dunia penuh coretan hitam penyesalan
Peradaban hanyalah masalah waktu
Saat kita berfikir tentang dekorasi dunia yang semakin
memuakkan
Sampai memuntahkan segala isi otak
Aku bukanlah robot yang diinstal seperti komputer
Bergerak maju tanpa prosesor
Rasional hanyalah penghambat
Membuat mereka hanya duduk menanti surat balasan dari kantor
dinas
Tak pernah berfikir bagaimana mereka
lepas dari paradigmanya
Beribu paket pemikiran menjelma menjadi kebahagaiaan
meskipun hanya dalam bayangan
Gedung seribu lantai dengan marmer lebih indah dari pada
surga
Oh Tuhan.. binasakah pemikiran-pemikiran pecundang
Lepaskanlah aku ke samudera kehidupan dengan segala hal tak
mungkin untuknya
Logika tak kuanggap cara berfikir
Kegilaan ini bukanlah semata-mata kamu tau siapa aku
Apa yang kulakukan bukan sekedar bacaan dalam primbon
Melangkah tanpa aturan tanpa rencana
Biar langit menghujat aku tantang
Kakiku lebih kokoh dari tiang gedung
pencakar langit
Langkah gila merealisasikan mimpi
Akan tiba waktu aku terlempar sedalam-dalamnya sampai kerak
bumi
Dan akan ada saat aku terbang ke batas bima sakti
Aku tak akan mati hanya karena ucapan sampah yang kau
utarakan
Bersama khayalan aku terbang, mencipta surga, menghapus
neraka, dan menjadi hamba Tuhan.
(22-05-2012)
Apa
?
Udara menjelma angin
Air menjelma hujan
Api menjelma panas
khayal menjelma harapan
Angan menjelma mimpi
Sunyi menjelma senyap
Rasa menjelma cinta
Benci menjelma amarah
Ingin menjelma pasti
Doa menjelma keajaiban
Neraka menjelma bahagia
Surga menjelma penjara
Belajar menjelma bodoh
Pintar menjelma musuh
Kaya menjelma batas
Miskin menjelma hina
Muda menjelma dunia
Tua menjelma angkuh
Bagaimana menjelma apa
Mereka menjelma dia.
Dia menjelma siapa.
Dan aku tak menjelma !
Azam
Waktu
berlalu menerjang pagi
Aku
masih diam
Menatap
kosong sudut kamar
Terlintas
peristiwa lalu
Maksiat
!!
Sungguh
jiwa tak berdaya
Bila
wajah menjadi sejuta pesona
Hadirkan
khayalan jauh terlepas
Tuhan,
adakah kesempatan ?
Adakah
remisi hukuman ?
Aku
sanggup berlari namun aku tak mampu berdiri
Seribu
kali kucium bumi
Seribu
kali aku duduk dan berdiri
Kedamaian
belum kutemukan
Ingatanku
memuai bersama embun
Berubah
menjadi gumpalan sesal
Dimana
kedamaian itu ?
Sungguh
hati bukan sekadar istilah
Kusambut
dunia dengan gegas
Selalu
keidahan mengiringi
Meski
jiwa tak setegar karang
Walau
hati tak selembut awan
Apa
kulihat bukan mimpi
Ia
semangatku melangkahkan kaki
Gagah,
teguh, tanpa “tidak”
Datang
tak pernah pergi
Rasa
menjadi juara
Malu
ku simpan di saku
Jatuh…
Jatuh..
Dan
jatuh…
Aku
masih berdiri
Itulah
kesungguhan !!
(15/04/2012)
Kamboja Untuk Negeri
Terrekam sajak lecek perjalanan pertiwi
Dari Mbah Karno sampai Pak Yono, masih sama
Hanya tinggi gedung dan jumlah pengemis berbeda
Dulu cukup satu atau dua
Sekarang, Berapa ????
Inilah negeriku ! negeri berribu kekayaan, berjuta kemiskinan.
Dari kain blancu berwarna putih merah berlogo, hasil
menjual kambing
Sampai Putih
abu-abu memudar
negeri sarjana pendidikan tak tahu
cita-citanya namun selalu bertanya “apa cita-citamu ?“
Aku menjawab
dengan senyum ketidak tahuan
Bingung bagai
monyet mau ditembak
Aku pernah berangan menjadi presiden
Pemimpin bangsa berjuta pahlawan
Pahlawan nasional, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan kesiangan,
sampai pahlawan tak dikenal
Bagaimana mungkin !! ketenaran pangeran Diponegoro tersingkir
Naruto.
Negeri penuh gradasi kejujuran
Polisi dibuikan !
Hakim dihakimi !
Guru digurui !
Pengritik dikritik !!
Pendemo didemo !
dan pemimpin dipimpin !!
Kakek tersenyum dengan tetes air mata kemerdekaan
Menangisi gugur pahlawan pejuang sang dwi warna
Cucu menangis sedih, Lady Gaga gaga(L) manggung
Ibu sedih tidak dapat arisan
Dan ayah terdiam sertifikasi belum didapat.
Orang menganggap
aku hebat karena mahasiswa
Beda apa
mahasiswa dengan siswa ?
hanya gelar
sebagai pembeda ???
Jangankan berorasi tentang kenaikan BBM
Absensi
kehadiranpun dengan bolpoin pinjaman
Entah mimpi apa kusampaikan untuk ibuku..
Bila Tuhan hanya hadir dibalik buku cetak sekolah
Ibuku pertiwi bersenandung kesedihan 20 mei.
Hari kebangkitan !!!!
Kebangkitan untuk siapa ?
Aku bingung..
Bak jarum jam
berputar mencari tiga belas.
Haruskah kuucap
“Inilah negeriku” beriring semangat
kebanggaan
Atau berucap “inikah
negeriku?” dengan penuh kekecewaan.
Hanya sebatas mimpi tentang negeri antah brantah kusampaikan
Negeri dimana kebo masih mau nusu gudel, dan kebo mau berbagi asam
garam dengan gudelnya.
Negeri makmur gemah ripah loh jinawi
Negeri anjing dan kucing makan satu piring
Negeri tanpa permusuhan ideologi.
Bagai merapi dan merbabu !!!
(21/5/2012)
Kau
dan aku
Berharap
senyum adalah warna harimu
bukan
gurat kelesuan yang kau hadirkan
lihatlah
betapa irinya kupu-kupu terhadap indah senyummu
madukah
kau hadirkan dibalik itu ?
bunga
mawar tak semerah rona wajah
jalan
di pinggir rumah tak selurus rambutmu
kau
pernah berkata akan berdiri dipuncak patung liberty
tapi..impian
kau gantungkan bersama baju putih
kau
juga pernah berucap kita nanti
kini
hanya ada aku dan kau
seribu
ucapan hanya kau balas dengan senyuman
senyummu
yang begitu menawan
kau
lupa tentang kita
kau
dan aku
kini
hanya aku.
(ramadhan,
2009)
Keluhan Sang Pena
Pagi merangkak hadir di sela waktu
Merindu embun pada cerah awan
Senyuman hadir membalas ceria
hari ini akan kutantang waktu..
terbang mengejar angin mencipta jejak
Berpacu dengan rumah bermesin dan beroda
kampus
biru ramah menyambut
gedung
kampus nan terjaga dari mimpi buruknya
Kampus
berjuta warna kehidupan hadir membawa mimpi
Mimpi
mewujudkan mimpi seraya kulempar sejauh batas langit
Wajah-wajah lugu sahabatku memandangku
sinis
“aku tau… mereka pasti belum bayar SPP”
Atau mungkin IPKnya sebecek pekarangan
rumahku.
Ahhh..bukan..bukan..
Aku memandang menara pemancar radio
sambil berfikir..
“eh.. kamu mau kuliah apa mau ngrongsok?”
sahabatku bertanya sinis.
Aku menjawab diam seperti patung W. R
Sopratman yang gagah menantang langit di persimpangan.
Salam
tuan dan nyonya riuh kudengar
“manis
sekali senyumnya.” Aku bergumam dalam hati
Ada
hal mistis dibalik senyum manisnya
senyumnya adalah doa, harapan ataukah pujian ?
aku
tak tau dan tak berharap tau
Biarlah
detik menjabarkannya.
awan bercengkrama diatas lamunan mentari
menanti sapa sahabatku
Disudut gedung, waktu berlalu
Sulit sekali memahami masa depan
Kadang aku bertaya pada diri sendiri, aku
calon guru ??
Pertanyaan begitu mengganggu imajiasi
masa depanku
Mereka pasti bercanda menganggap aku
calon guru
Jangankan pengajar !!
Jadi pelajarpun masih belum pantas
Hanya berharap kolom di map penuh coret tanda
tangan meski dengan bolpoin pinjaman
Bagaimana ia mendapatkan ? bukan apa yang
ia dapatkan !
Adil tidak adil bukan hakku menghakimi
Biarlah masa depan menghakimi
Tuhan menghukum atas dosaku
Orang tua menyalahkan kesalahanku
Dan dosen memutuskan atas sejuta
perepsinya.
Biarlah masa depan ku ubah
dalam imajinasi
Mengubur
mimpi pagi hari
Berlalu
bersama abad
Hingga
waktu lelah menapak..
14/05/2012
(Qosim
Jamaluddin)
Setinggi
atap
Sebatas asa di senja hari
Menjelma kesepian tiada terbendung
Mega merah penghias hari terrekam sedih waktu itu
Kepastian yang menipu dan kenangan yang sekarat
Mimpiku hanya tinggal tulang belulang
Penghias latar mimpi
Aku rebah di pangkuan hidup
merasa hina papa
ku keluh sandiwara
kenapa seribu impian tak satupun mendekatiku
hanya cacian mereka ucap
tentang impianku setinggi atap.
(17/11/2010)
Tanya ?
Aku
bertanya apa ?
Mereka
diam.
Aku
bertanya siapa?
Mereka
diam
Bagaimana
?
Mereka
pergi.
Dua ribu
pasang mata terdiam terbawa arus retorika tuan
Mengkhayal
janji tersumbar
Dan
menyumbar janji yang tak jelas usulnya.
Aku bertanya apa ?
Tuan tidak mengerti apa tanyaku.
(26/06/2012)
Janjiku
janjiku, janjimu, janjinya, janji mereka, janji
kalian, dan janji-Nya.
buatlah janji untukku.. meski aku tak akan pernah janji untuk berjanji menjanjikan mimpimu menemukan janji-Nya.
aku hanyalah pejanji..
dan kalian berjanji..
Ohhh tuhannn.. aku tau janji-Mu.
biarlah janji mengutarakan Janji.
sampai kapanpun, janjiku adalah janji.
janji-Mu adalah Kesungguhanku.
buatlah janji untukku.. meski aku tak akan pernah janji untuk berjanji menjanjikan mimpimu menemukan janji-Nya.
aku hanyalah pejanji..
dan kalian berjanji..
Ohhh tuhannn.. aku tau janji-Mu.
biarlah janji mengutarakan Janji.
sampai kapanpun, janjiku adalah janji.
janji-Mu adalah Kesungguhanku.
(22-11-2011)
Ayah
Ayah, aku
ingin bicara…
Tiap hari
kulihat kelelahan di kerut wajahmu
Semua
hanya demi aku, anakmu
Ayah, aku ingin bicara…
Meski aku
hanya diam, kau tahu apa yang kuingin
Semua kau
penuhi dengan balutan kasihmu untukku
Ayah, aku
ingin bicara…
Kurasakan
begitu berat hatimu jauh meninggalkanku
Tiap jam
kau menelponku
Meski kau
tahu, tak kan bisa mendengar suaraku
Hanya
ketukan jariku sebagai isyarat
Dan kau
selalu mengakhiri dari ujung telepon dengan kata yang sama, “Alhamdulillah”
Ayah, aku
ingin bicara…
Sepanjang
hidup kau berharap dapat mendengar suaraku
Segala
upaya kau lakukan
Kini aku
hanya bisa mengusap nisanmu
Masih
diam tanpa suara
Ayah, aku
ingin bicara…
Sungguh
aku ingin bicara
Andai aku
bisa, aku hanya ingin bicara satu kalimat
Ya, satu
kalimat saja
“Aku
mencintaimu, ayah…”
Hanya itu
yang ingin aku bicarakan padamu
Tapi
hingga kini hanya hatiku yang mampu bicara
Belum
dengan lisanku
Ayah, aku
ingin bicara…
Dan
semoga kau mendengarnya
(16/5/2012)
Bahasa
hatimu
Bila
saja gunung itu mampu terdaki bahkan untuk sang lemah pun
maka
tak akan ada cerita, ketika si kuat menolong yang lemah
dan
yang lemah berpasrah
tak
ada kisah perjalanan hati
tak
ada kisah berbagi
hanya
perlombaan keangkuhan menuju keabadian puncak
maka
gunung-gunung akan penuh
dengan
simbol keangkuhan
Bila
saja penghuni bumi bertabur pendaran ilmu
kebodohan
menjadi sejarah masa lalu
maka
tak akan ada kata belajar
pun
untuk berbagi
hanya
perlombaan keangkuhan menuju pembenaran diri
dan
bumi akan terisi bahasa keangkuhan
Tapi
Rabb, Sang perancang paripurna
saat
lemah bersanding kekuatan
saat
awwam bersanding ilmu
semua
menjadi hakikatnya
hitam
putih menjadi warna
baik
buruk adalah pertanda
bahwasanya
semua kembali padaNya
Bukan
karena siapa
Bukan
karena berada dimana
Menjadi
lebih bergerak
Menjadi
lebih hebat
Atau
tertunduk melemah
Cukupkan,
cukupkan Allah saja
Nafas
kita, gerak kita bahkan jatuh kita
Karena
jatuh bukan tanda kelemahan
bukan
pula ajang berkeluhan
bukan
untuk menyandang gelar kekuatan
atau
berkalung lambang keshalihan
biarlah
Allah menjadi tujuan (29/04/2012)
hanya ingin
Saat hati berbicara
Biarlah ia yang mampu mengeja
Setiap makna di dalamnya
Ketika lisan tak mampu bersuara
Biarkan ia mengendap dalam rasa
Tersimpan sebagai asa saja
Saat aku tak mampu berkata-kata
Ingin sekali kau mengetahuinya
Dari yang tak diketahui siapa-siapa
Aku memang bukan yang teristimewa
Dan bukan insan yang luar biasa
Aku hanya seorang wanita
Hidupku hanya lahir dari mengeja kata
Hidupku berarti karena selalu melisankannya
Sekalipun hanya hati yang bersuara
Bukan pula romantis semu tak bermakna
Bukan juga basa-basi yang tak bernyawa
Tak mengapa…
Selagi nyawaku masih ada
Aku hanya akan terus mengeja
Namamu dalam doa
Doa-doa untukmu yang kucinta
Sebait kata pelepas rasa di jiwa
Yang sulit mungkin ku melafazkannya
Hanya ingin kau tahu saja…
Hanya kau yang paling kucinta
Selamanya.
(08/08/2011)
Peliharalah diri
Kendaraan berlalu lalang
Dengan tubuh-tubuh bertelanjang
Bukan hanya para lajang
Ingin indah di pandang
Namun rasa malu di buang
Jangan menjadi murah
Hingga semua gerah
Peliharalah dirimu
Peliharalah kemaluanmu,
Itu kata Tuhanku,
Bukan belenggu emansipasi
Bukan penghalang status istri
Bukan penghambat ekonomi
Semua adalah tanda cintaNya
Kepahaman yang membutuhkan kecerdasan
Cerdas berpikir
Tak cukup dengan nafsu
Jagalah dirimu saudariku
Dengan butiran cinta Tuhanmu
Engkau adalah makhluk terindah
Dan hanya untuk yang terindah
Karena,
Walau di dalam peti
Harum melati akan mewangi
(29/12/2011)
No comments:
Post a Comment